There has been a significant technological evolution in the drilling industry during the past 30years. The early platforms on the Norwegian Continental Shelf were designed for wells with a reach of 3 km from the platform. To cover a large reservoir often several platforms were required. Examples are Statfjord A, B and C, and Gullfaks A, B and C. As these platforms were very expensive, alternative solutions were pursued such as subsea installations and extended reach wells. Today it is possible to reach targets 12 km from the platform. One new platform can replace three old platforms from a reservoir coverage point of view.
Showing posts with label Produksi. Show all posts
Showing posts with label Produksi. Show all posts
Modul Teknik Produksi 1
Handbook Kampus Produksi
The Author
Sistem sumur produksi, yang menghubungkan antara formasi produktif dengan separator, dapat dibagi menjadi enam komponen, yakni
Kupas Tuntas IPR (Inflow Performance Relationship)
IPR Kampus Materi Perminyakan Produksi Teknik Produksi
The Author
Kupas Tuntas IPR (Inflow Performance Relationship) - Teknik Perminyakan
Definisi IPR
Indeks Produktivitas yang telah disebut di atas hanya merupakan gambaran
secara kuantitatif mengenai kemampuan suatu sumur untuk berproduksi. Untuk
melihat kelakuan sumur untuk berproduksi maka harga PI dinyatakan secara grafis
yang menunjukkan hubungan antara tekanan alir dasar sumur dengan laju produksi, yang
disebut kurva IPR. Ada beberapa jenis kurva IPR yaitu kurva IPR satu
fasa, kurva IPR dua fasa, dan kurva IPR tiga fasa.
Menurut Sukarno, Ariadji dan Regina (2001), grafik Inflow Performance Relationship (IPR) adalah grafik yang menggambarkan kemampuan suatu sumur untuk berproduksi, yang dinyatakan dalam bentuk hubungan antara laju produksi (q) terhadap tekanan alir dasar sumur (Pwf). Dalam persiapan pembuatan grafik IPR terlebih dahulu harus diketahui Productivity Index (PI) sumur tersebut, yang merupakan gambaran secara kwalitatif mengenai kemampuan suatu sumur untuk berproduksi.
IPR SATU FASA
Melihat gambaran dari kelakuan sumur yang sedang
berproduksi, maka harga PI dapat dinyatakan secara grafis dan dikenal dengan
sebutan Inflow Performance Relationship
(IPR).
Bila dilihat dari persamaan diatas untuk harga PI dan Ps konstan, maka variabelnya adalah q dan Pwf. Dengan kata lain kita dapat mengatur harga q dengan mengubah – ubah harga Pwf. Jika kita plot persamaan tersebut kedalam sebuah grafik (Pwf vs q) akan membentuk sebuah garis lurus seperti ini.
Productivity Index Ideal (Brown, K.E., 1984) |
Titik A adalah harga Pwf pada saat q = 0 dan sesuai dengan persamaan (3-2) maka Pwf = Ps. Sedangkan titik B adalah harga q pada Pwf = 0, sesuai dengan persamaan (3-2) maka q = PI x Ps dan harga laju produksi ini merupakan laju produksi maksimum. Harga laju produksi maksimum ini disebut sebagai potensial sumur dan merupakan laju produksi maksimum yang diperbolehkan dari suatu sumur.
Gambar diatas. menunjukkan kurva linier, karena dianggap PI - nya konstan tidak tergantung pada kecepatan produksi. Tetapi pada prakteknya kurva hubungan tersebut tidak merupakan garis lurus, jadi garis AB akan melengkung pada rate yang mendekati harga maksimum, seperti terlihat pada gambar di bawah ini
IPR DUA FASA
Dalam metode IPR Dua Fasa terdapat beberapa teori yang akan kita kupas disini
1. Persamaan Vogel
2. Persamaan Standing (Vogel Modified)
3. Persamaan Harrison (Standing Modified)
4. Persamaan Couto (Standing Manipulated)
5. Persamaan Pudjo Sukarno (Vogel based + Simulated)
6. Persamaan Jones, Blount & Glaze (Perforated Well)
7. Persamaan Fetkovich (Gas Deliverability)
1. Persamaan IPR Vogel (1968)
Persamaan IPR Vogel merupakan yang paling banyak digunakan di Industri Hulu migas Vogel mengembangkan persamaan berdasarkan analisa terhadap grafik-grafik IPR yang dihasilkan dari model reservoir yang disimulasikan dengan tenaga dorong gas terlarut. Asumsi - asumsi pada pemakaian metode ini adalah :
- Tenaga pendorong reservoir adalah gas terlarut (solution gas drive)
- Harga skin di sekitar lubang bor sama dengan nol (S = 0)
- Tekanan Reservoir dibawah tekanan bubble / saturasi (Pb)
- Flow Efficiency = 1
Vogel memperoleh persamaan yang digunakan untuk membuat grafik kelakuan aliran fluida dari formasi ke lubang sumur berdasarkan data uji produksi dan tekanan. Apabila dilakukan analisa regresi terhadap titik data, diperoleh persamaan yang dapat mempresentasikan titik-titik data tersebut. Persamaan tersebut yaitu :
qmaks = Laju produksi maksimal, BFPD
Pwf = Tekanan alir dasar sumur, Psi
Pr = Tekanan reservoir, Psi
Dari data uji produksi diperoleh laju produksi dan tekanan alir dasar sumur (Pwf) sedangkan dari data uji tekanan diperoleh tekanan statik sumur. Sesuai dengan anggapan yang digunakan dalam pengembangan persamaan IPR tersebut di atas, maka apabila persamaan ini akan digunakan di suatu sumur di lapangan, maka secara ideal kondisi sumur harus sesuai dengan anggapan yang diberlakukan.
Dengan demikian apabila persamaan tersebut digunakan di suatu sumur yang tidak memenuhi anggapan yang diberikan, maka perlu disadari bahwa hasil yang diperoleh tidak dapat dijamin ketelitiannya. Untuk mengatasi salah satu keterbatasan tersebut, persamaan Vogel dikembangkan untuk dapat menampung kondisi tekanan reservoir di atas tekanan saturasi.
Pada kondisi ini kurva IPR terdiri dari dua bagian, yaitu terdiri dari kurva
yang linier (untuk harga Pwf > Pb) dan kurva yang tidak linier (untuk harga Pwf <
Pb). Untuk bagian yang linier, kurva IPR mengikuti hubungan qo dan Pwf yang
Linier. Dimana PI merupakan productivity index. Sedangkan untuk bagian yang tidak linier, persamaan kurva IPR adalah sebagai berikut :
Keterangan :
qb = Laju alir minyak pada tekanan saturasi, bbl/d
Pb = Tekanan saturasi, Psi
qmaks = Laju alir maksimal, bbl/d
PI = Productivity index, bbl/d/Psi
2. Persamaan Standing (1971)
Persamaan standing merupakan pengembangan dari persamaan vogel. Pada persamaan vogel skin atau kerusakan area dinding bor tidak diperhitungkan. Standing mencoba mencoba melengkapi kekurangan tersebut. Nilai Skin diperoleh dari tes PBU (Pressure Build Up) dan PDD (Pressure Drawdown). Pada persamaan Standing flow efficiency tidak sama dengan 0, FE ≠ 1
Asumsi Standing
- Pengembangan Persamaan Vogel
- Skin ≠ 0
- Fe ≠ 1
Persamaan IPR Standing dirumuskan sebagai berikut :
Pwf1 =
Pr – FE (Pr – Pwf)
FE = Flow Efficiency
Flow Efficiency Merupakan perbandingan antara indek produktifitas nyata dengan produktifitas ideal. Dengan demikian FE berharga < 1 apabila mengalami kerusakan dan sebaliknya
FE = Jactual/Jideal
Sehingga
apabila dibuat IPR dengan persamaan Pwf1
- Akan lurus atau hampir lurus
untuk harga FE < , meskipun alirannya dua fasa.
- Berlawanan dengan definisi kinerja aliran karena dengan berkurangnya harga Pwf laju alirpun berkurang
1. Indeks produktivitas mengikuti
definisi aliran satu fasa
2.
Saturasi
fluida di reservoir sama di setiap titik.
Dari hasil pengembangan
tersebut, standing menurunkan tiga persamaan dasar yaitu :
1.
Persamaan
indeks produktivitas untk masa sekarang, (Jp)*, yang dinyatakan dalam persamaan
berikut :
2. Persamaan indeks produktivitas untuk masa yang
akan datang, (Jf)*, yang dinyatakan sebagai berikut :
3. Persamaan untuk menentukan laju produksi maksimum untuk masa yang akan datang,(Qomax)f, yaitu
Dengan menggunakan ketiga persamaan tersebut dan persamaan bobot, dapat
dilakukan peramalan kinerja aliran
fluida dari reservoir kelubang sumur untuk masa yang akan datang.
3. Metode Fetkovich
Pada persamaan IPR Fetkovich dituliskana dengan Memplot antara qo terhadap (Pr2 – Pwf2) pada kertas grafik.
qo
= J (Pr2 – Pwf2)n
ket : n = nilai turbulensi
n mendekati satu berarti derajat turbulensi rendah yaitu aliran merupakan aliran laminer, sedangkan untuk harga n minimum 0,5, menunjukkan bahwa derajat turbulensi sangat tinggi. Makin kecil harga n maka makin besar derajat turbulensinya.
Dengan perhitungan material balance untuk reservoir bertenaga dorong gas terlarut, Fetkovich menunjukkan bahwa hubungan antara permeabilitas relative minyak dengan tekanan reservoir merupakan hubungan yang linier. Dengan demikian perbandingan antara permeabilitas relative minyak untuk dua waktu yang berbeda dapat dinyatakan sebagai perbandingan tekanan reservoirnya. Hal ini dapat dituliskan sebagai berikut:
Dengan demikian perubahan kinerja aliran fluida dari formasi ke lubang sumur dari suatu waktu tertentu ke waktu berikutnya, akan sebanding dengan perbandingan tekanan reservoirnya. Hal ini dinyatakan dalam persamaan berikut:
Persamaan tersebut diatas dapat digunakan untuk meramalkan kurva IPR di waktu yang akan datang, apabila di sumur tersebut pernah dilakukan back-pressure. Harga J dan n di persamaan tersebut ditentukan dari uji back-pressure yang dilakukan pada tersebut ditentukan dari uji back-pressure yang dilakukan pada saat tekanan reservoir sama dengan Pri.
4. Persamaan IPR Couto's
Menurut Brown, 1997. Persamaan IPR Couto merupakan penyempurnaan dari persamaan standing untuk sumur sumur yang rusak dan menerapkannya pada definisi Indeks produktivityas yang dikembangkan oleh Persamaan Standing. Persamaan IPR Couto Memanipulasi persamaan Standing untuk kelakuan aliran fluida dari formasi ke lubang sumur.
Disarankan digunakan di awal sumur berproduksi karena harga Ko, Bo, μo dapat diperoleh dengan mudah dan teliti
Ket :
R = Pwf / PR
FE = Flow Efficiency, yakni perbandingan antara indeks produktivitas nyata dan indeks produktivitas idel. Harga FE kecil dari satu apabila sumur mengalami kerusakan dan mampu lebih besar dari satu apabila telah dilakukan stimulasi
5. Persamaan IPR Harrison
Merupakan penyempurnaan metode Standing khususnya untuk kurva IPR yang tidak seharusnya, seperti yang diperoleh dengan metoda Standing. Persamaan ini bersifat empiris, dan tetap menggunakan definisi efisiensi aliran (FE) untuk kondisi aliran satu fasa. Persamaan Harrison tersebut adalah sebagai berikut
Pwf' = Pr - FE ( Pr - Pwf)
6. Persamaan IPR Pivot Point
Uhri dan Blount mengembangkan persamaan IPR Pivot Point peramalan kinerja aliran dari formasi ke lubang sumur, dengan menggunakan persamaan vogel sebagai sumber pengembangan. Metoda ini memerlukan dua uji tekanan dan produksi dari suatu sumur pada saat yang berbeda. Berdasarkan kedua uji tersebut, kurva IPR untuk waktu yang akan datang dapat diperkirakan.
Berdasrakan persamaan di atas, untuk dua uji produksi dan tekanan yang dilakukan pada waktu yang berbeda, dapat dilakukan pada waktu yang berbeda, dapat dibuat hubungan antara dqo / dPwf terhadap tekanan reservoir (Pr).
untuk setiap uji tekanan dan diproduksi, garis yang menghubungkan antara titik (Pr, dqo / dqo/dPwf@ Pwf = 0) dan (Pr, dqo / dqo / dPwf@Pwf = Pr) akan bertemu di satu titik, yang disebut “pivot point”. Dengan menggunkan “pivot point” ini dapat dibuat garis yang menghubungkan (Pr, dqo / dqo/dPwf@ Pwf = 0) dan (Pr, dqo / dqo/dPwf@ Pwf = Pr) pada harga - harga Pwf = 0 dan Pwf = Pr yang lain, dengan menggunakan persamaan diatas. Apabila titik-titik yang menunjukkan harga (Pr, dqo / dqo/dPwf@ Pwf = Pr ) dihubungkan, maka akan diperoleh tempat di kedudukan titik - titik yang menunjukkan harga indeks produktivitas sumur pada suatu harga Pr. Tempat kedudukan ini disebut “Pr-envelope”, yang mana garis ini akan digunakan untuk meramalkan kurva IPR. Secara numerik, Uhri dan Blount menurunkan persamaan Pr-envelope, yaitu sebagai berikut :
IPR TIGA FASA
1. Persamaan IPR Wiggins
IPR secara empiris adalah hubungan berdasarkan analisa regresi linier dari simulator yang mencakup berbagi macam fluida reservoir dan sifat batuan. IPR yang dikembangkan dibandingkan dengan metode tiga fasa lainnya dan menghasilkan hasil serupa untuk prilaku tekanan produksi sekitar boundary-dominated flow lebih mudah digunakan
IPR ini dikembangkan dari analisa aliran multifasa dalam boundary, reservoir homogen tanpa eksternal fluida influx pada reservoir dan berlaku untuk Pola aliran yang paling terpengaruh oleh boundary . IPR ini dibatasi asumsi yaitu
(1) tekanan reservoir dibawah bubble point
(2) tidak ada fase gas bebas saat ini
(3) fase air bergerak hadir untuk kajian tiga fasa
(4) Persamaan darcy untuk aliran multifasa diterapkan
(5) Kondisi Isothermal
(6) tidak ada reaksi yang terjadi antara fludia reservoir dan batuan reservoir
(7) tidak ada kelarutan gas dalam air
(8) efek gravitas dapat diabaikan dan
(9) Komplesi yang dilakukan adalah fully penetrating.
Hasil pengembangan simulator
Dalam mengembangkan persamaan umum untuk memperkirakan IPR, Kurva IPR dibentuk dari hasil simulator untuk 4 basic set data permeabilitas relatif dan sifat fisik fluida. setiap kumpulan data digunakan untuk menghasilkan hasil simulator dari irriducible water waturation (Sirr) sampai residual oil saturation (Sor). Total 16 reservoir secara teoritis di uji dari tekanan initial sampai minimum Pwf pada 91 simulator. Reservoir properties sebagai berikut : porositas, 12-24 % ; Temperatur, 150-200 F ; initial pressure 1500 – 3500 psig ; Oil gravity, 15-45 API ; gas gravity, 0.6 - 0.7 ; water solids 12 – 30 % ; Sor, 5-45% ; Sirr 10 – 50%, Saturasi gas kritis 0 – 7.5% dan radius pengurasan 506 – 1085 ft.
Hasil simulator diperoleh untuk radial flow geometri dan constant oil rate production.
Penyetaraan IPR Wiggins
Secara keseluruhan, persen kesalahan adalah 4.93% untuk minyak dan 6.18 % untuk air. Hal ini mengindikasikan bahwa kurva akan cocok untuk digunakan pada reservoir properties yang lebih luas jika reservoir berproduksi dibawah kondisi pola aliran yang dipengaruhi boundary.
Persamaan IPR menurut Wiggins
Untuk mengevaluasi metode 3 fasa dilakukan perbandingan terhadapo IPR Brown dan Pudjo sukarno metode tiga fasa. Dari ketiga metode tersebut dihasilkan laju alir (rate) yang mirip, hal ini menunjukan bahwa penyetaraan yang dilakukan oleh wiggins adalah cocok. Berdasarkan simulator perbedaan maksimal adalah 3.98 % untuk minyak dan 7.08 untuk air
2. Persamaan IPR Pudjo Sukarno
Metoda ini dikembangkan dengan menggunakan simulator, yang juga digunakan untuk mengembangkan kurva IPR gas-minyak. Anggapan yang dilakukan pada waktu pengembangan persamaan ini adalah :
a. Faktor skin sama dengan nol
b. Gas, minyak dan air berada dalam satu lapisan dan mengalir bersama-sama, secara radial dari reservoir menuju lubang sumur.
Untuk menyatakan kadar air dalam laju produksi total digunakan parameter water cut, yaitu prebandingan laju produksi air terhadap laju produksi cairan total. Parameter ini merupakan parameter tambahan dalam persamaan kurva IPR yang dikembangkan .
Selain itu, hasil simulasi menunjukkan bahwa pada suatu harga tekanan reservoir tertentu, harga water cut berubah sesuai dengan perubahan tekanan alir dasar sumur, yaitu makin rendah tekanan alir dasar sumur, makin tinggi harga water cut. Dengan demikian perubahan water cut sebagai fungsi dari tekanan alir dasar sumur perlu ditentukan.
Dalam pengembangan kelakuan aliran tiga fasa dari formasi ke lubang sumur, dengan menggunakan analisis regresi yang terbaik menghasilkan persamaan
Keterangan :
An, (n = 0, 1 dan 2) adalah konstanta persamaan, yang harganya berbeda untuk water cut yang berbeda. Hubungan antara konstanta tersebut dengan water cut ditentukan pula dengan analisisi regresi, dan diperoleh persamaan berikut :
dimana : Cn (n = 0, 1 dan 2) untuk
masing-masing harga An ditunjukkan dalam Tabel di bawah ini
Sedangkan hubungan antara tekanan alir dasar sumur
terhadap water cut dapat dinyatakan
sebagai Pwf /Pr terhadap
dimana
telah ditentukan
dengan analisa regresi yang menghasilkan persamaan berikut
dimana P1 dan P2 tergantung dari harga water cut. Dari hasil analisis regresi menghasilkan persamaan
berikut :
P1 = 1.606207 – 0.130447 x
Ln(WC)
P2 = -0.517792 + 0.110604 x
Ln(WC)
dimana WC dinyatakan dalam persen (%) dan merupakan data
uji produksi.
Sumur-sumur
yang sudah
cukup lama berproduksi biasanya telah memproduksikan gas minyak dan air
sehingga persamaan Vogel tidak sesuai
lagi dengan kondisi sumur sebenarnya. Untuk membuat kurva IPR pada kondisi yang
demikian maka Pudjo Soekarno mengembangkan suatu metode perhitungan kinerja
aliran fluida multifasa. Prosedur perhitungan kinerja aliran fluida multi fasa
dari formasi ke lubang sumur adalah sebagai berikut :
1. Siapkan data-data penunjang meliputi
- Tekanan reservoir atau tekanan statis sumur
- Tekanan alir dasar sumur
- Laju produksi minyak dan air
- Water cut berdasarkan uji produksi
2. Hitung harga
Dimana harga P1 dan P2 dihitung dengan persamaan di atas
3. Berdasarkan harga hitung konstanta A0, A1, A2 dengan menggunakan persamaan sebelumnya. Untuk masing-masing harga An ditunjukan dalam Table di atas
4. Berdasarkan data uji produksi, tentukan laju produksi cairan total maksimum dengan menggunakan persamaan di atas
5. Berdasarkan harga Qtmax dari langkah (4) dapat dihitung laju produksi minyak untuk berbagaiharga tekanan alir dasar sumur.
6. Hitung laju produksi air untuk setiap water cut pada setiap Pwf dengan persamaan :
Qw = (WC/100-WC)) x Qo
7. Membuat tabulasi harga-harga Qw, Qo, Qt untuk berbagai harga Pwf pada Ps actual
Jika data berbagai harga tekanan alir dasar sumur diplot dengan berbagai harga laju alir produksi total maka akan diperoleh kurva IPR multifasa.
PENUTUP
Demikianlah materi Kupas Tuntas IPR (Inflow Performance Relationship). Semoga dapat bermanfaat untuk para pembaca semua khususnya dapat berguna bagi calon engineer masa depan
salam
Invasi Cairan dan Invasi Padatan Pada Batuan Formasi
Kampus Produksi Reservoir
The Author
Adanya pengaruh invasi cairan (filtrat) dan invasi partikel padat yang masuk ke pori-pori batuan formasi di sekitar lubang sumur dapat menyebabkan kerusakan formasi.
A. Invasi Cairan (filtrat)
Kontak dengan fluida lain adalah dasar yang menyebabkan terjadinya formation damage. Fluida dari luar tersebut mungkin lumpur pemboran, fluida penyemenan dan fluida komplesi. Kelemahan dari formasi tertentu untuk terjadinya kerusakan oleh fluida asing besarnya tergantung pada kandungan material solid/padatan di dalamnya, terutama kandungan claynya. Sebagai contoh formasi "dirty sand" yang mempunyai kandungan clay tinggi pada umumnya bersifat sangat sensitif terhadap adanya filtrat dari lumpur fresh water base yang digunakan pada saat operasi pemboran sehingga akan menimbulkan hidrasi dan swelling pada partikel-partikel clay. Pengaruh viscositas meliputi emulsi dan juga penyumbatan oleh fluida-fluida treating yang berviscositas tinggi. Adanya invasi fluida asing juga akan mengendapkan padatan-padatan seperti garam-garam yang tidak dapat larut, aspal atau lilin (wax). Filtrat air asin dapat menyebabkan problem yang bersifat tidak terlalu berbahaya, dan dalam beberapa hal dapat mengurangi ukuran partikel dan meningkatkan permeabilitas minyak.
Proses invasi filtrat dalam pemboran terjadi dalam dua fase, yaitu :
a. Dynamic Filtration
Yaitu proses invasi filtrat yang terjadi pada kondisi dinamik di mana terdapat sirkulasi fluida pemboran dan rotasi rangkaian pipa. Filtrasi pada kondisi ini paling besar yaitu 70%-90% volume filtratnya, karena pembentukan kerak lumpur (mud cake) akan hilang akibat adanya erosi dari aliran sirkulasi fluida.
Saat permukaan batuan terlihat untuk pertama kalinya, laju filtrasi akan sangat tinggi dan kerak lumpur terbentuk dengan cepat. Setelah beberapa waktu setelah kerak lumpur cukup tebal, filtrasi semakin berkurang dan pembentukan kerak lumpur berikutnya akan konstan.
b. Static Filtration
Proses filtrasi terjadi dalam kondisi static di mana tidak terdapat sirkulasi fluida pemboran dan rotasi rangkaian pipa bor. Pada kondisi ini kerak lumpur terbentuk sempurna sehingga invasi filtrat berikutnya menjadi lebih sedikit. Filtrasi yang dihasilkan pada kondisi statik relatif lebih kecil dibandingkan pada kondisi dinamik.
Sementara pada operasi penyemenan, invasi filtrat berasal dari bubur semen yang digunakan untuk menempelkan casing dengan dinding sumur. Kelebihan kadar air dalam bubur semen akan menyebabkan invasi filtrat kedalam formasi semakin banyak pada saat semen kering. Kadar air yang berlebihan menyebabkan rendahnya viscositas semen dan meskipun memudahkan dalam pemompaan semen kedalam sumur, tetapi hasilnya kurang baik ditinjau dari segi kekuatan semen serta mempunyai daya hambat yang rendah.
Filtrat fluida yang terinvasi ke dalam formasi dapat menimbulkan pengaruh negatif yang merugikan antara lain:
• Pengembangan lempung (clay swelling)
Invasi filtrat kedalam formasi menyebabkan lempung yang ada di formasi mengembang beberapa kali lipat volumenya, sehingga menimbulkan penyumbatan pori-pori batuan disekitar sumur.
• Water Block
Invasi filtrat yang terus terjadi sebelum tahap produksi akan menyebabkan harga saturasi air di sekitar lubang sumur meningkat. Dan setelah memasuki tahap produksi kondisi ini akan menyebabkan aliran minyak ke lubang sumur terhalang.
• Emulsi
Emulsi antara lain terbentuk karena bertemunya dua macam fluida yang dalam kondisi normal tidak dapat bercampur, dalam hal ini minyak dengan filtrat fluida. Dengan bertambahnya filtrat akan mendorong emulsi yang sudah ada semakin jauh dari lubang sumur, sehingga memasuki tahap produksi dapat menghalangi aliran minyak ke lubang sumur.
• Perubahan sifat kebasahan (wettabilitas) batuan.
Kandungan bahan-bahan kimiawi yang ada dalam fluida filtrat seperti surfactant, dapat menyebabkan terjadinya perubahan sifat kebasahan batuan. Perubahan sifat kebasahan ini menyebabkan aliran air menjadi lebih mudah dan sebaliknya minyak menjadi lebih sulit sehingga pada akhirnya akan menyebabkan produksi air akan meningkat.
• Pembentukan endapan scale
Sebelum tahap produksi, endapan scale cendrung terbentuk akibat bertemunya dua jenis air yang mempunyai kandungan ion yang berbeda. Ion-ion ini akan bereaksi dan membentuk endapan scale
B. Invasi Padatan
Invasi partikel padat dapat berasal dari material fluida pemboran, bubur semen, fluida komplesi maupun dari serbuk bor (cutting) yang berukuran sangat halus. Jenis invasi partikel padat tersebut adalah :
a. Plugging yang berhubungan dengan padatan
Plugging atau sumbatan karena padatan terjadi pada permukaan dari formasi di lubang perforasi atau di formasinya sendiri. Sedangkan padatan tersebut dapat berupa material pemberat lumpur bor, material pencegah hilang sirkulasi, partikel semen pemboran, atau juga cutting dari proses perforasi.
b. Fine migration
Fine migration atau butiran halus yang bergerak dapat terjadi karena penyebab tersebut di atas. Pada formasi batupasir yang mempunyai kandungan mineral clay dalam komposisi kimia batuannya, maka butiran halus yang bergerak ini dapat berasal dari mineral-mineral penyusun clay seperti kaolinit, illit, smectite maupun chlorite. Timbulnya migrasi clay tersebut akibat terjadi kontak antara fluida formasi dengan fluida dari luar seperti yang telah disebutkan diatas, sehingga menyebabkan terjadinya perubahan salinitas dan pH air di sekitar clay yang berakibat keseimbangan mineral-mineral clay dalam batuan formasi terganggu yang mana akan menyebabkan timbulnya penyumbatan pori-pori batuan (pore filling), swelling, pore lining atau grain coating sehingga permeabilitas batuan menurun.
Dalam sistem aliran radial, adanya penurunan permeabilitas di sekitar lubang bor akan menghasilkan penurunan produktifitas secara serius. Penurunan permeabilitas absolut ini disebabkan karena adanya partikel-partikel yang bermigrasi kemudian menempel pada pori-pori dan kemudian akan menyumbat saluran pori-pori tersebut. (Gambar 3.1.)
Partikel-partikel dapat bergerak melalui sistem pori batuan, partikel-partikel tersebut adalah clay, feldspar dan mineral-mineral lain yang melekat atau terkandung pada matrik batuan. Akan tetapi dari test laboratorium menunjukkan bahwa jika kecepatan aliran diperbesar, maka partikel tersebut dapat bergerak dari satu celah ke celah yang lainnya. Jika celah pori berikutnya besar, maka kecepatan aliran mengecil dan partikel dapat mengendap. Jika beberapa partikel bergerak melalui celah-celah tersebut bertemu dengan pori yang lebih kecil, maka partikel akan membentuk suatu bridge. Adanya beberapa bridge dapat menyebabkan penyumbatan dan fluida akan mencari jalan kecil yang lain.
Model Penjebakan Partikel (Economides, 1993) |
Pengertian Water Coning
Completion Kampus Produksi
The Author
Water Coning adalah apabila terjadi gradien flowing terlalu besar dekat lubang bor sehingga menyebabkan gas atau air memotong bidang perlapisan.
Dalam dunia perminyakan mengeksploitasi dan memproduksikan minyak dan gas bumi yang sebesar-besarnya dari suatu lapangan minyak adalah tujuan dari setiap orang ahli perminyakan. Tetapi pada kenyataannya hasil produksi ytang diperoleh sering mengalami hambatan, yang pada ahkirnya menurunkan produksi minyak dan gas yang dihasilkan.
Salah satu faktor yang menyebabkan menurunnya lajuproduksi suatu sumur adalah karena adanya air dan atau gas yang menembus lapisan minyak.
Pengertian Water Coning
Pengertian coning sering dikacaukan dengan fingering karena kedua-duanya terjadi dari gradien tekanan yang dihasilkan antara tekanan flowing dilubang sumur (Pwf) dengan tekanan mula-mula pada batas gas-minyak (BGM) atau pada batas air-minyak (BAM) selama produksi dari sumur.
Fingering terjadi bila gradien tekanan flowing menyebabkan gas atau mengalir sepanjang bidang perlapisan.
Coning dari air atau gas pada sumur produksi terjadi bila produksi fluida-fluida tersebut menyebabakan flowing gradient yang tinggi disekitar lubang bor. Gradient tekanan ini mempunyai kecenderungan menurunkan Batas Gas Minyak (GOC) dan menaikkan Batas Air Minyak (WOC) didekat sumur. Gaya gravitasi yang disebabkan perbedaan berat jenis minyak dengan berat jenis air/gas mempunyai kecenderungan untuk mengimbangi flowing gradient tadi, sehingga menyebabkan gas tetap diatas dan air tetap dibawah zone minyak. Bila gaya-gaya yang timbul disebabakan gradient lebih besar dari gaya gravitasi dilubang bor maka gas/water coning terjadi dan menyebabkan gas/air terproduksi bersama-sama minyak.
Suatu cone yang stabil terjadi pada saat sebagai berikut :
- Sumur diproduksikan pada rate yang konstan.
- Gradien tekanan dalam daerah pengurasan konstan.
- Gradien tekanan aliran lebih kecil daripada gaya gravitasi.
Ketika gradien tekanan aliran menjadi cukup untuk melebihi gaya gravitasi, bentuk air atau gas akan berupa cone yang tidak stabil, yang akan maju ke lubang perforasi sehingga akan terjadi coning, dapat berupa water coning, gas coning atau water dan gas conig terjadi secara bersamaan, jika di reservoir tersebut mempunyai gas cap dan aquifer (mempunyai GOC maupun WOC).
BACA JUGA :
Parameter-parameter yang mempengaruhi terjadinya coning :
- Jarak antara lubang perforasi terhadap water oil contact (WOC) maupu gas oil contact (GOC).
- Perbandingan permeabilitas horisontal batuan dan permeabilitas vertikal batuan.
Bila permeabilitas vertikal batuan lebih besar daripada permeabilitas horisontal, maka akan lebih mudah terjadi coning dibandingkan bila permeabilitas vertikal lebih besar daripada permeabilitas horisontal.
- Perbedaan densitas fluida
Coning dapat terjadi karena adanya perbedaan densitas antara gradien tekanan aliran dengan gravitasi disekitar lubang bor. Bila perbedaan dan sifat antara minyak-air dan minyak-gas besar, maka gravitasinya besar sehingga kecil kemungkinan terjadi coning. Tetapi sebaliknya bila pebedaan densitas fluida kecil, maka gaya gravitasi kecil sehingga mudah terjaadi coning. Kesetimbangan antara gaya gravitasi yang disebabkan perbedaan densitas fluida dengan gradien tekanan aliran yang mengakibatkan fluida harus dicapai untuk mencegah terjadinya water dan gas coning. Dengan demikian sangat mungkin terjadi water coning jika :
ΔP > ) 0.433(𝝲w - 𝝲o) hcw
dan sangat mungkin terjadi gas coning jika :
ΔP > ) 0.433(𝝲o - 𝝲g) hcg
dimana :
ΔP = Ps - Pwell (Psi)
𝝲w = SG air formasi
𝝲o = SG minyak
𝝲g = SG gas
hcw = jarak vertikal dari batas bawah komplesi dengan initial WOC
hcg = jarak vertikal dari batas atas komplesi dengan initial GOC
Dari Persamaan di atas maka untuk menghindari terbentuknya water coning dan gas coning diperlukan kesetimbangan antara ΔP dengan gaya gravitasi dari fluida.