Showing posts with label Produksi. Show all posts
Showing posts with label Produksi. Show all posts

An Introduction to Well Integrity Handbook

Well Integrity, Handbook


There has been a significant technological evolution in the drilling industry during the past 30years. The early platforms on the Norwegian Continental Shelf were designed for wells with a reach of 3 km from the platform. To cover a large reservoir often several platforms were required. Examples are Statfjord A, B and C, and Gullfaks A, B and C. As these platforms were very expensive, alternative solutions were pursued such as subsea installations and extended reach wells. Today it is possible to reach targets 12 km from the platform. One new platform can replace three old platforms from a reservoir coverage point of view.

Kupas Tuntas IPR (Inflow Performance Relationship)

Kupas Tuntas IPR (Inflow Performance Relationship) - Teknik Perminyakan

Definisi IPR

Indeks Produktivitas yang telah disebut di atas hanya merupakan gambaran secara kuantitatif mengenai kemampuan suatu sumur untuk berproduksi. Untuk melihat kelakuan sumur untuk berproduksi maka harga PI dinyatakan secara grafis yang menunjukkan hubungan antara tekanan alir dasar sumur dengan laju produksi, yang disebut kurva IPR. Ada beberapa jenis kurva IPR yaitu kurva IPR satu fasa, kurva IPR dua fasa, dan kurva IPR tiga fasa.

Menurut Sukarno, Ariadji dan Regina (2001), grafik Inflow Performance Relationship (IPR) adalah grafik yang menggambarkan kemampuan suatu sumur untuk berproduksi, yang dinyatakan dalam bentuk hubungan antara laju produksi (q) terhadap tekanan alir dasar sumur (Pwf). Dalam persiapan pembuatan grafik IPR terlebih dahulu harus diketahui Productivity Index (PI) sumur tersebut, yang merupakan gambaran secara kwalitatif mengenai kemampuan suatu sumur untuk berproduksi.

Inflow performance relationship, ipr, crude oil, vogel, standings, fetkovich, wiggins, pudjosukarno, petrobas, horrison, couto, satu fasa, dua fasa

IPR  SATU FASA

Melihat gambaran dari kelakuan sumur yang sedang berproduksi, maka harga PI dapat dinyatakan secara grafis dan dikenal dengan sebutan Inflow Performance Relationship (IPR).


Bila dilihat dari persamaan diatas untuk harga PI dan Ps konstan, maka variabelnya adalah q dan Pwf. Dengan kata lain kita dapat mengatur harga q dengan mengubah – ubah harga Pwf. Jika kita plot persamaan tersebut kedalam sebuah grafik (Pwf vs q) akan membentuk sebuah garis lurus seperti ini.

Productivity Index Ideal
(Brown, K.E., 1984)

Titik A adalah harga Pwf pada saat q = 0 dan sesuai dengan persamaan (3-2) maka Pwf = Ps. Sedangkan titik B adalah harga q pada Pwf = 0, sesuai dengan persamaan (3-2) maka q = PI x Ps dan harga laju produksi ini merupakan laju produksi maksimum. Harga laju produksi maksimum ini disebut sebagai potensial sumur dan merupakan laju produksi maksimum yang diperbolehkan dari suatu sumur.

Gambar diatas. menunjukkan kurva linier, karena dianggap PI - nya konstan tidak tergantung pada kecepatan produksi. Tetapi pada prakteknya kurva hubungan tersebut tidak merupakan garis lurus, jadi garis AB akan melengkung pada rate yang mendekati harga maksimum, seperti terlihat pada gambar di bawah ini
Kurva IPR (Inflow Performance Relationship)
(Brown, K.E., 1984)

IPR DUA FASA 

Dalam metode IPR Dua Fasa terdapat beberapa teori yang akan kita kupas disini
1. Persamaan Vogel
2. Persamaan Standing (Vogel Modified)
3. Persamaan Harrison (Standing Modified)
4. Persamaan Couto (Standing Manipulated)
5. Persamaan Pudjo Sukarno (Vogel based + Simulated)
6. Persamaan Jones, Blount & Glaze (Perforated Well)
7. Persamaan Fetkovich (Gas Deliverability)

1. Persamaan IPR Vogel (1968)

Persamaan IPR Vogel merupakan yang paling banyak digunakan di Industri Hulu migas Vogel mengembangkan persamaan berdasarkan analisa terhadap grafik-grafik IPR yang dihasilkan dari model reservoir yang disimulasikan dengan tenaga dorong gas terlarut. Asumsi - asumsi pada pemakaian metode ini adalah : 

    - Tenaga pendorong reservoir adalah gas terlarut (solution gas drive)
    - Harga skin di sekitar lubang bor sama dengan nol (S = 0)
    - Tekanan Reservoir dibawah tekanan bubble / saturasi (Pb) 
    - Flow Efficiency = 1

Vogel memperoleh persamaan yang digunakan untuk membuat grafik kelakuan aliran fluida dari formasi ke lubang sumur berdasarkan data uji produksi dan tekanan. Apabila dilakukan analisa regresi terhadap titik data, diperoleh persamaan yang dapat mempresentasikan titik-titik data tersebut. Persamaan tersebut yaitu :

Keterangan : 
qo               = Laju produksi minyak, BOPD 
qmaks        = Laju produksi maksimal, BFPD 
Pwf            = Tekanan alir dasar sumur, Psi 
Pr               = Tekanan reservoir, Psi


Dari data uji produksi diperoleh laju produksi dan tekanan alir dasar sumur (Pwf) sedangkan dari data uji tekanan diperoleh tekanan statik sumur. Sesuai dengan anggapan yang digunakan dalam pengembangan persamaan IPR tersebut di atas, maka apabila persamaan ini akan digunakan di suatu sumur di lapangan, maka secara ideal kondisi sumur harus sesuai dengan anggapan yang diberlakukan.
 
Dengan demikian apabila persamaan tersebut digunakan di suatu sumur yang tidak memenuhi anggapan yang diberikan, maka perlu disadari bahwa hasil yang diperoleh tidak dapat dijamin ketelitiannya. Untuk mengatasi salah satu keterbatasan tersebut, persamaan Vogel dikembangkan untuk dapat menampung kondisi tekanan reservoir di atas tekanan saturasi.

Pada kondisi ini kurva IPR terdiri dari dua bagian, yaitu terdiri dari kurva yang linier (untuk harga Pwf > Pb) dan kurva yang tidak linier (untuk harga Pwf < Pb). Untuk bagian yang linier, kurva IPR mengikuti hubungan qo dan Pwf yang Linier. Dimana PI merupakan productivity index. Sedangkan untuk bagian yang tidak linier, persamaan kurva IPR adalah sebagai berikut :
Keterangan : 
qb                = Laju alir minyak pada tekanan saturasi, bbl/d 
Pb                = Tekanan saturasi, Psi 
qmaks          = Laju alir maksimal, bbl/d 
PI                = Productivity index, bbl/d/Psi

2. Persamaan Standing (1971)

Persamaan standing merupakan pengembangan dari persamaan vogel. Pada persamaan vogel skin atau kerusakan area dinding bor tidak diperhitungkan. Standing mencoba mencoba melengkapi kekurangan tersebut. Nilai Skin diperoleh dari tes PBU (Pressure Build Up) dan PDD (Pressure Drawdown). Pada persamaan Standing flow efficiency tidak sama dengan 0, FE ≠ 1

Asumsi Standing
    - Pengembangan Persamaan Vogel
    - Skin ≠ 0
    - Fe ≠ 1

Persamaan IPR Standing dirumuskan sebagai berikut :
        Pwf1 = Pr – FE (Pr – Pwf)

        FE = Flow Efficiency

Flow Efficiency Merupakan perbandingan antara indek produktifitas nyata dengan produktifitas ideal. Dengan demikian FE berharga < 1 apabila mengalami kerusakan dan sebaliknya  

        FE = Jactual/Jideal

Sehingga apabila dibuat IPR dengan persamaan Pwf1

  1. Akan lurus atau hampir lurus untuk harga FE < , meskipun alirannya dua fasa.
  2. Berlawanan dengan definisi kinerja aliran karena dengan berkurangnya harga Pwf laju alirpun berkurang
Standing mengembangkan persamaan vogel untuk meramalkan kinerja aliran fluida dari formasi ke lubang sumur, dengan menggunakan dua anggapan berikut ini :

    1.       Indeks produktivitas mengikuti definisi aliran satu fasa
    2.       Saturasi fluida di reservoir sama di setiap titik.

Dari hasil pengembangan tersebut, standing menurunkan tiga persamaan dasar yaitu :

    1.      Persamaan indeks produktivitas untk masa sekarang, (Jp)*, yang dinyatakan dalam persamaan               berikut :

    2.  Persamaan indeks produktivitas untuk masa yang akan datang, (Jf)*, yang dinyatakan sebagai                 berikut :

        

    3. Persamaan untuk menentukan laju produksi maksimum untuk masa yang akan datang,(Qomax)f,            yaitu   
    

Dengan menggunakan ketiga persamaan tersebut dan persamaan bobot, dapat dilakukan peramalan  kinerja aliran fluida dari reservoir kelubang sumur untuk masa yang akan datang. 

3. Metode Fetkovich

Pada persamaan IPR Fetkovich dituliskana dengan Memplot antara qo terhadap (Pr2 – Pwf2) pada kertas grafik. 
          qo = J (Pr2 – Pwf2)n
         
        ket : n = nilai turbulensi

n mendekati satu berarti derajat turbulensi rendah yaitu aliran merupakan aliran laminer, sedangkan untuk harga n minimum 0,5, menunjukkan bahwa derajat turbulensi sangat tinggi. Makin kecil harga n maka makin besar derajat turbulensinya.

Dengan perhitungan material balance untuk reservoir bertenaga dorong gas terlarut, Fetkovich menunjukkan bahwa hubungan antara permeabilitas relative minyak dengan tekanan reservoir merupakan hubungan yang linier. Dengan demikian perbandingan antara permeabilitas relative minyak untuk dua waktu yang berbeda dapat dinyatakan sebagai perbandingan tekanan reservoirnya. Hal ini dapat dituliskan sebagai berikut: 






Dengan demikian perubahan kinerja aliran fluida dari formasi ke lubang sumur dari suatu waktu tertentu ke waktu berikutnya, akan sebanding dengan perbandingan tekanan reservoirnya. Hal ini dinyatakan dalam persamaan berikut:

Persamaan tersebut diatas dapat digunakan untuk meramalkan kurva IPR di waktu yang akan datang, apabila di sumur tersebut pernah dilakukan back-pressure. Harga J dan n di persamaan tersebut ditentukan dari uji back-pressure yang dilakukan pada tersebut ditentukan dari uji back-pressure yang dilakukan pada saat tekanan reservoir sama dengan Pri.

4. Persamaan IPR Couto's

Menurut Brown, 1997. Persamaan IPR Couto merupakan penyempurnaan dari persamaan standing untuk sumur sumur yang rusak dan menerapkannya pada definisi Indeks produktivityas yang dikembangkan oleh Persamaan Standing. Persamaan IPR Couto Memanipulasi persamaan Standing untuk kelakuan aliran fluida dari formasi ke lubang sumur. 
Disarankan digunakan di awal sumur berproduksi karena harga Ko, Bo, μo dapat diperoleh dengan mudah dan teliti 





Ket : 
        R      = Pwf / PR
        FE    = Flow Efficiency, yakni perbandingan antara indeks produktivitas nyata dan indeks                                    produktivitas idel. Harga FE kecil dari satu apabila sumur mengalami kerusakan dan                                mampu lebih besar dari satu apabila telah dilakukan stimulasi

5. Persamaan IPR Harrison

Merupakan penyempurnaan metode Standing khususnya untuk kurva IPR yang tidak seharusnya, seperti yang diperoleh dengan metoda Standing. Persamaan ini bersifat empiris, dan tetap menggunakan definisi efisiensi aliran (FE) untuk kondisi aliran satu fasa. Persamaan Harrison tersebut adalah sebagai berikut
Pwf' = Pr - FE ( Pr - Pwf)


6. Persamaan IPR Pivot Point

Uhri dan Blount mengembangkan persamaan IPR Pivot Point peramalan kinerja aliran dari formasi ke lubang sumur, dengan menggunakan persamaan vogel sebagai sumber pengembangan. Metoda ini memerlukan dua uji tekanan dan produksi dari suatu sumur pada saat yang berbeda. Berdasarkan kedua uji tersebut, kurva IPR untuk waktu yang akan datang dapat diperkirakan.

Prosedur perhitungan peramalan kurva IPR dengan metoda ini dapat dilakukan secara grafis atau numerik, tetapi pada tulisan ini hanya metoda numerik yang dapat diuraikan.

Sesuai dengan persamaan vogel, harga indeks produktivitas dapat diturunkan dengan deferensiasi qo terhadap Pwf, yaitu sebagai berikut





Harga indeks produktivitas pada Pwf = 0, berdasarkan persamaan diatas adalah :





secara sama harga indeks produktivitas pada Pwf = Pr’ adalah :




berdasarkan kedua persamaan tersebut, dapat dinyatakan bahwa harga indeks poduktivitas pada Pwf = Pr sama dengan sembilan kali harga indeks produktivitas pada Pwf = 0, atau dapat dituliskan





Berdasrakan persamaan di atas, untuk dua uji produksi dan tekanan yang dilakukan pada waktu yang berbeda, dapat dilakukan pada waktu yang berbeda, dapat dibuat hubungan antara dqo / dPwf terhadap tekanan reservoir (Pr). 

untuk setiap uji tekanan dan diproduksi, garis yang menghubungkan antara titik (Pr, dqo / dqo/dPwf@ Pwf = 0) dan (Pr, dqo / dqo / dPwf@Pwf = Pr) akan bertemu di satu titik, yang disebut “pivot point”. Dengan menggunkan “pivot point” ini dapat dibuat garis yang menghubungkan (Pr, dqo / dqo/dPwf@ Pwf = 0) dan (Pr, dqo / dqo/dPwf@ Pwf = Pr) pada harga - harga Pwf = 0 dan Pwf = Pr yang lain, dengan menggunakan persamaan diatas. Apabila titik-titik yang menunjukkan harga (Pr, dqo / dqo/dPwf@ Pwf = Pr ) dihubungkan, maka akan diperoleh tempat di kedudukan titik - titik yang menunjukkan harga indeks produktivitas sumur pada suatu harga Pr. Tempat kedudukan ini disebut “Pr-envelope”, yang mana garis ini akan digunakan untuk meramalkan kurva IPR. Secara numerik, Uhri dan Blount menurunkan persamaan Pr-envelope, yaitu sebagai berikut :




dimana :

    A = (Pr1- Pr2) / B

    Pr1 = tekanan reservoir pada waktu t1

    Pr2 = tekanan reservoir pada waktu t2









IPR TIGA FASA

1. Persamaan IPR Wiggins

IPR secara empiris adalah hubungan berdasarkan analisa regresi linier dari simulator yang mencakup berbagi macam fluida reservoir dan sifat batuan. IPR yang dikembangkan dibandingkan dengan metode tiga fasa lainnya dan menghasilkan hasil serupa untuk prilaku tekanan produksi sekitar boundary-dominated flow lebih mudah digunakan

IPR ini dikembangkan dari analisa aliran multifasa dalam boundary, reservoir homogen tanpa eksternal fluida influx pada reservoir dan berlaku untuk Pola aliran yang paling terpengaruh oleh boundary . IPR ini dibatasi asumsi yaitu

(1) tekanan reservoir dibawah bubble point 
(2) tidak ada fase gas bebas saat ini 
(3) fase air bergerak hadir untuk kajian tiga fasa 
(4) Persamaan darcy untuk aliran multifasa diterapkan 
(5) Kondisi Isothermal 
(6) tidak ada reaksi yang terjadi antara fludia reservoir dan batuan reservoir 
(7) tidak ada kelarutan gas dalam air 
(8) efek gravitas dapat diabaikan dan 
(9) Komplesi yang dilakukan adalah fully penetrating.

Hasil pengembangan simulator

Dalam mengembangkan persamaan umum untuk memperkirakan IPR, Kurva IPR dibentuk dari hasil simulator untuk 4 basic set data permeabilitas relatif dan sifat fisik fluida. setiap kumpulan data digunakan untuk menghasilkan hasil simulator dari irriducible water waturation (Sirr) sampai residual oil saturation (Sor). Total 16 reservoir secara teoritis di uji dari tekanan initial sampai minimum Pwf pada 91 simulator. Reservoir properties sebagai berikut : porositas, 12-24 % ; Temperatur, 150-200 F ; initial pressure 1500 – 3500 psig ; Oil gravity, 15-45 API ; gas gravity, 0.6 - 0.7 ; water solids 12 – 30 % ; Sor, 5-45% ; Sirr 10 – 50%, Saturasi gas kritis 0 – 7.5% dan radius pengurasan 506 – 1085 ft. Hasil simulator diperoleh untuk radial flow geometri dan constant oil rate production.

Penyetaraan IPR Wiggins

Secara keseluruhan, persen kesalahan adalah 4.93% untuk minyak dan 6.18 % untuk air. Hal ini mengindikasikan bahwa kurva akan cocok untuk digunakan pada reservoir properties yang lebih luas jika reservoir berproduksi dibawah kondisi pola aliran yang dipengaruhi boundary. Persamaan IPR menurut Wiggins









Untuk mengevaluasi metode 3 fasa dilakukan perbandingan terhadapo IPR Brown dan Pudjo sukarno metode tiga fasa. Dari ketiga metode tersebut dihasilkan laju alir (rate) yang mirip, hal ini menunjukan bahwa penyetaraan yang dilakukan oleh wiggins adalah cocok. Berdasarkan simulator perbedaan maksimal adalah 3.98 % untuk minyak dan 7.08 untuk air

2. Persamaan IPR Pudjo Sukarno

Metoda ini dikembangkan dengan menggunakan simulator, yang juga digunakan untuk mengembangkan kurva IPR gas-minyak. Anggapan yang dilakukan pada waktu pengembangan persamaan ini adalah :

a. Faktor skin sama dengan nol

b. Gas, minyak dan air berada dalam satu lapisan dan mengalir bersama-sama, secara radial dari reservoir menuju lubang sumur.

Untuk menyatakan kadar air dalam laju produksi total digunakan parameter water cut, yaitu prebandingan laju produksi air terhadap laju produksi cairan total. Parameter ini merupakan parameter tambahan dalam persamaan kurva IPR yang dikembangkan .

Selain itu, hasil simulasi menunjukkan bahwa pada suatu harga tekanan reservoir tertentu, harga water cut berubah sesuai dengan perubahan tekanan alir dasar sumur, yaitu makin rendah tekanan alir dasar sumur, makin tinggi harga water cut. Dengan demikian perubahan water cut sebagai fungsi dari tekanan alir dasar sumur perlu ditentukan.

Dalam pengembangan kelakuan aliran tiga fasa dari formasi ke lubang sumur, dengan menggunakan analisis regresi yang terbaik menghasilkan persamaan




Keterangan : 

          An, (n = 0, 1 dan 2) adalah konstanta persamaan, yang harganya berbeda untuk water cut yang              berbeda. Hubungan antara konstanta tersebut dengan water cut ditentukan pula dengan analisisi              regresi, dan diperoleh persamaan berikut :

     
        dimana : Cn (n = 0, 1 dan 2) untuk masing-masing harga An ditunjukkan dalam Tabel di bawah ini


Sedangkan hubungan antara tekanan alir dasar sumur terhadap water cut dapat dinyatakan sebagai Pwf /Pr terhadap  dimana  telah ditentukan dengan analisa regresi yang menghasilkan persamaan berikut

dimana P1 dan P2 tergantung dari harga water cut. Dari hasil analisis regresi menghasilkan persamaan berikut :
       
        P1 = 1.606207 – 0.130447 x Ln(WC)
        P2 = -0.517792 + 0.110604 x Ln(WC)

dimana WC dinyatakan dalam persen (%) dan merupakan data uji produksi.

Sumur-sumur 
yang sudah cukup lama berproduksi biasanya telah memproduksikan gas minyak dan air sehingga persamaan Vogel tidak sesuai lagi dengan kondisi sumur sebenarnya. Untuk membuat kurva IPR pada kondisi yang demikian maka Pudjo Soekarno mengembangkan suatu metode perhitungan kinerja aliran fluida multifasa. Prosedur perhitungan kinerja aliran fluida multi fasa dari formasi ke lubang sumur adalah sebagai berikut :  
 
1. Siapkan data-data penunjang meliputi
  •  Tekanan reservoir atau tekanan statis sumur
  •  Tekanan alir dasar sumur
  •  Laju produksi minyak dan air
  •  Water cut berdasarkan uji produksi  
2. Hitung harga    
 
Dimana harga P1 dan P2 dihitung dengan persamaan di atas 
 
3. Berdasarkan harga hitung konstanta A0, A1, A2 dengan menggunakan persamaan sebelumnya. Untuk masing-masing harga An ditunjukan dalam Table di atas  
 
4. Berdasarkan data uji produksi, tentukan laju produksi cairan total maksimum dengan menggunakan persamaan di atas 
 
5. Berdasarkan harga Qtmax dari langkah (4) dapat dihitung laju produksi minyak untuk berbagaiharga tekanan alir dasar sumur. 
 
6. Hitung laju produksi air untuk setiap water cut pada setiap Pwf dengan persamaan : 
 
Qw = (WC/100-WC)) x Qo 
 
7. Membuat tabulasi harga-harga Qw, Qo, Qt untuk berbagai harga Pwf pada Ps actual  
 
Jika data berbagai harga tekanan alir dasar sumur diplot dengan berbagai harga laju alir produksi total maka akan diperoleh kurva IPR multifasa.


PENUTUP

Demikianlah materi Kupas Tuntas IPR (Inflow Performance Relationship). Semoga dapat bermanfaat untuk para pembaca semua khususnya dapat berguna bagi calon engineer masa depan

salam

Invasi Cairan dan Invasi Padatan Pada Batuan Formasi

Adanya pengaruh invasi cairan (filtrat) dan invasi partikel padat yang masuk ke pori-pori batuan formasi di sekitar lubang sumur dapat menyebabkan kerusakan formasi.

A. Invasi Cairan (filtrat)

Kontak dengan fluida lain adalah dasar yang menyebabkan terjadinya formation damage. Fluida dari luar tersebut mungkin lumpur pemboran, fluida penyemenan dan fluida komplesi. Kelemahan dari formasi tertentu untuk terjadinya kerusakan oleh fluida asing besarnya tergantung pada kandungan material solid/padatan di dalamnya, terutama kandungan claynya. Sebagai contoh formasi "dirty sand" yang mempunyai kandungan clay tinggi pada umumnya bersifat sangat sensitif terhadap adanya filtrat dari lumpur fresh water base yang digunakan pada saat operasi pemboran sehingga akan menimbulkan hidrasi dan swelling pada partikel-partikel clay. Pengaruh viscositas meliputi emulsi dan juga penyumbatan oleh fluida-fluida treating yang berviscositas tinggi. Adanya invasi fluida asing juga akan mengendapkan padatan-padatan seperti garam-garam yang tidak dapat larut, aspal atau lilin (wax). Filtrat air asin dapat menyebabkan problem yang bersifat tidak terlalu berbahaya, dan dalam beberapa hal dapat mengurangi ukuran partikel dan meningkatkan permeabilitas minyak.

Proses invasi filtrat dalam pemboran terjadi dalam dua fase, yaitu :

a. Dynamic Filtration

Yaitu proses invasi filtrat yang terjadi pada kondisi dinamik di mana terdapat sirkulasi fluida pemboran dan rotasi rangkaian pipa. Filtrasi pada kondisi ini paling besar yaitu 70%-90% volume filtratnya, karena pembentukan kerak lumpur (mud cake) akan hilang akibat adanya erosi dari aliran sirkulasi fluida.

Saat permukaan batuan terlihat untuk pertama kalinya, laju filtrasi akan sangat tinggi dan kerak lumpur terbentuk dengan cepat. Setelah beberapa waktu setelah kerak lumpur cukup tebal, filtrasi semakin berkurang dan pembentukan kerak lumpur berikutnya akan konstan.

b. Static Filtration

Proses filtrasi terjadi dalam kondisi static di mana tidak terdapat sirkulasi fluida pemboran dan rotasi rangkaian pipa bor. Pada kondisi ini kerak lumpur terbentuk sempurna sehingga invasi filtrat berikutnya menjadi lebih sedikit. Filtrasi yang dihasilkan pada kondisi statik relatif lebih kecil dibandingkan pada kondisi dinamik.

Sementara pada operasi penyemenan, invasi filtrat berasal dari bubur semen yang digunakan untuk menempelkan casing dengan dinding sumur. Kelebihan kadar air dalam bubur semen akan menyebabkan invasi filtrat kedalam formasi semakin banyak pada saat semen kering. Kadar air yang berlebihan menyebabkan rendahnya viscositas semen dan meskipun memudahkan dalam pemompaan semen kedalam sumur, tetapi hasilnya kurang baik ditinjau dari segi kekuatan semen serta mempunyai daya hambat yang rendah.

Filtrat fluida yang terinvasi ke dalam formasi dapat menimbulkan pengaruh negatif yang merugikan antara lain:

• Pengembangan lempung (clay swelling)

Invasi filtrat kedalam formasi menyebabkan lempung yang ada di formasi mengembang beberapa kali lipat volumenya, sehingga menimbulkan penyumbatan pori-pori batuan disekitar sumur.

• Water Block

Invasi filtrat yang terus terjadi sebelum tahap produksi akan menyebabkan harga saturasi air di sekitar lubang sumur meningkat. Dan setelah memasuki tahap produksi kondisi ini akan menyebabkan aliran minyak ke lubang sumur terhalang.

Emulsi

Emulsi antara lain terbentuk karena bertemunya dua macam fluida yang dalam kondisi normal tidak dapat bercampur, dalam hal ini minyak dengan filtrat fluida. Dengan bertambahnya filtrat akan mendorong emulsi yang sudah ada semakin jauh dari lubang sumur, sehingga memasuki tahap produksi dapat menghalangi aliran minyak ke lubang sumur.

• Perubahan sifat kebasahan (wettabilitas) batuan.

Kandungan bahan-bahan kimiawi yang ada dalam fluida filtrat seperti surfactant, dapat menyebabkan terjadinya perubahan sifat kebasahan batuan. Perubahan sifat kebasahan ini menyebabkan aliran air menjadi lebih mudah dan sebaliknya minyak menjadi lebih sulit sehingga pada akhirnya akan menyebabkan produksi air akan meningkat.

• Pembentukan endapan scale

Sebelum tahap produksi, endapan scale cendrung terbentuk akibat bertemunya dua jenis air yang mempunyai kandungan ion yang berbeda. Ion-ion ini akan bereaksi dan membentuk endapan scale

B. Invasi Padatan

Invasi partikel padat dapat berasal dari material fluida pemboran, bubur semen, fluida komplesi maupun dari serbuk bor (cutting) yang berukuran sangat halus. Jenis invasi partikel padat tersebut adalah :

a. Plugging yang berhubungan dengan padatan

Plugging atau sumbatan karena padatan terjadi pada permukaan dari formasi di lubang perforasi atau di formasinya sendiri. Sedangkan padatan tersebut dapat berupa material pemberat lumpur bor, material pencegah hilang sirkulasi, partikel semen pemboran, atau juga cutting dari proses perforasi.

b. Fine migration

Fine migration atau butiran halus yang bergerak dapat terjadi karena penyebab tersebut di atas. Pada formasi batupasir yang mempunyai kandungan mineral clay dalam komposisi kimia batuannya, maka butiran halus yang bergerak ini dapat berasal dari mineral-mineral penyusun clay seperti kaolinit, illit, smectite maupun chlorite. Timbulnya migrasi clay tersebut akibat terjadi kontak antara fluida formasi dengan fluida dari luar seperti yang telah disebutkan diatas, sehingga menyebabkan terjadinya perubahan salinitas dan pH air di sekitar clay yang berakibat keseimbangan mineral-mineral clay dalam batuan formasi terganggu yang mana akan menyebabkan timbulnya penyumbatan pori-pori batuan (pore filling), swelling, pore lining atau grain coating sehingga permeabilitas batuan menurun.
Dalam sistem aliran radial, adanya penurunan permeabilitas di sekitar lubang bor akan menghasilkan penurunan produktifitas secara serius. Penurunan permeabilitas absolut ini disebabkan karena adanya partikel-partikel yang bermigrasi kemudian menempel pada pori-pori dan kemudian akan menyumbat saluran pori-pori tersebut. (Gambar 3.1.)

Partikel-partikel dapat bergerak melalui sistem pori batuan, partikel-partikel tersebut adalah clay, feldspar dan mineral-mineral lain yang melekat atau terkandung pada matrik batuan. Akan tetapi dari test laboratorium menunjukkan bahwa jika kecepatan aliran diperbesar, maka partikel tersebut dapat bergerak dari satu celah ke celah yang lainnya. Jika celah pori berikutnya besar, maka kecepatan aliran mengecil dan partikel dapat mengendap. Jika beberapa partikel bergerak melalui celah-celah tersebut bertemu dengan pori yang lebih kecil, maka partikel akan membentuk suatu bridge. Adanya beberapa bridge dapat menyebabkan penyumbatan dan fluida akan mencari jalan kecil yang lain.

Model Penjebakan Partikel
(Economides, 1993)


Pengertian Water Coning

Water Coning adalah apabila terjadi gradien flowing terlalu besar dekat lubang bor sehingga menyebabkan gas atau air memotong bidang perlapisan.

Dalam dunia perminyakan mengeksploitasi dan memproduksikan minyak dan gas bumi yang sebesar-besarnya dari suatu lapangan minyak adalah tujuan dari setiap orang ahli perminyakan. Tetapi pada kenyataannya hasil produksi ytang diperoleh sering mengalami hambatan, yang pada ahkirnya menurunkan produksi minyak dan gas yang dihasilkan.

Salah satu faktor yang menyebabkan menurunnya lajuproduksi suatu sumur adalah karena adanya air dan atau gas yang menembus lapisan minyak.

Pengertian Water Coning

Pengertian coning sering dikacaukan dengan fingering karena kedua-duanya terjadi dari gradien tekanan yang dihasilkan antara tekanan flowing dilubang sumur (Pwf) dengan tekanan mula-mula pada batas gas-minyak (BGM) atau pada batas air-minyak (BAM) selama produksi dari sumur.

Fingering terjadi bila gradien tekanan flowing menyebabkan gas atau mengalir sepanjang bidang perlapisan.


Water Coning Adalah


Coning dari air atau gas pada sumur produksi terjadi bila produksi fluida-fluida tersebut menyebabakan flowing gradient yang tinggi disekitar lubang bor. Gradient tekanan ini mempunyai kecenderungan menurunkan Batas Gas Minyak (GOC) dan menaikkan Batas Air Minyak (WOC) didekat sumur. Gaya gravitasi yang disebabkan perbedaan berat jenis minyak dengan berat jenis air/gas mempunyai kecenderungan untuk mengimbangi flowing gradient tadi, sehingga menyebabkan gas tetap diatas dan air tetap dibawah zone minyak. Bila gaya-gaya yang timbul disebabakan gradient lebih besar dari gaya gravitasi dilubang bor maka gas/water coning terjadi dan menyebabkan gas/air terproduksi bersama-sama minyak.

Suatu cone yang stabil terjadi pada saat sebagai berikut :

- Sumur diproduksikan pada rate yang konstan.
- Gradien tekanan dalam daerah pengurasan konstan.
- Gradien tekanan aliran lebih kecil daripada gaya gravitasi.

Ketika gradien tekanan aliran menjadi cukup untuk melebihi gaya gravitasi, bentuk air atau gas akan berupa cone yang tidak stabil, yang akan maju ke lubang perforasi sehingga akan terjadi coning, dapat berupa water coning, gas coning atau water dan gas conig terjadi secara bersamaan, jika di reservoir tersebut mempunyai gas cap dan aquifer (mempunyai GOC maupun WOC).

BACA JUGA : 

Parameter-parameter yang mempengaruhi terjadinya coning :

- Jarak antara lubang perforasi terhadap water oil contact (WOC) maupu gas oil contact (GOC).

- Perbandingan permeabilitas horisontal batuan dan permeabilitas vertikal batuan.
Bila permeabilitas vertikal batuan lebih besar daripada permeabilitas horisontal, maka akan lebih mudah terjadi coning dibandingkan bila permeabilitas vertikal lebih besar daripada permeabilitas horisontal.

- Perbedaan densitas fluida
Coning dapat terjadi karena adanya perbedaan densitas antara gradien tekanan aliran dengan gravitasi disekitar lubang bor. Bila perbedaan dan sifat antara minyak-air dan minyak-gas besar, maka gravitasinya besar sehingga kecil kemungkinan terjadi coning. Tetapi sebaliknya bila pebedaan densitas fluida kecil, maka gaya gravitasi kecil sehingga mudah terjaadi coning. Kesetimbangan antara gaya gravitasi yang disebabkan perbedaan densitas fluida dengan gradien tekanan aliran yang mengakibatkan fluida harus dicapai untuk mencegah terjadinya water dan gas coning. Dengan demikian sangat mungkin terjadi water coning jika :

ΔP > ) 0.433(𝝲w - 𝝲o) hcw
dan sangat mungkin terjadi gas coning jika :
ΔP > ) 0.433(𝝲o - 𝝲g) hcg

dimana :
ΔP   = Ps - Pwell    (Psi)
𝝲w   = SG air formasi
𝝲o    = SG minyak
𝝲g   = SG gas
hcw = jarak vertikal dari batas bawah komplesi dengan initial WOC
hcg  = jarak vertikal dari batas atas komplesi dengan initial GOC

Dari Persamaan di atas maka untuk menghindari terbentuknya water coning dan gas coning diperlukan kesetimbangan antara ΔP   dengan gaya gravitasi dari fluida.

Analisa Air Formasi Dalam Identifikasi Scale

Pembentukan scale secara umum selalu berhubungan dengan air, oleh karena itu perlu diketahui karakteristik dari air pada formasi yang cenderung terbentuk scale. Karakteristik air formasi yang perlu diketahui adalah komposisi kimia serta sifat fisik dari air formasi tersebut. Air formasi biasanya mengandung sejumlah zat (impurities) yang terbentuk sebagai akibat dari kontak antara air tersebut dengan batuan formasi. Selain itu, air formasi juga mengandung padatan yang berbentuk suspensi serta gas terlarut. Karakteristik air formasi secara garis besar dipengaruhi oleh keberadaan komponen-komponen tersebut, serta fenomena yang terjadi pada komponen-komponen tersebut berkaitan dengan adanya perubahan kondisi reservoir. Analisa terhadap air formasi dilakukan dengan analisa kuantitatif, yang digunakan untuk mengetahui besarnya kandungan masing-masing komponen dalam air. Metode yang digunakan bermacam-macam tergantung dari jenis komponen yang akan dianalisa.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam memperkirakan kecenderungan pembentukan scale dengan analisa air formasi antara lain adalah sebagai berikut :

a. Analisa yang dilakukan terhadap air formasi yang terproduksi ke permukaan hanya representatif untuk memperkirakan pembentukan scale pada peralatan di permukaan.

b. Apabila besarnya tekanan didasar sumur mendekati harga tekanan reservoirnya, maka data analisa yang baik akan didapat jika air formasi dianalisa pada kondisi tekanan dan temperatur dasar sumur. Untuk selanjutnya data tersebut akan representatif untuk memperkirakan pembentukan scale baik di permukaan maupun di dasar sumur.

Komposisi Kimia dan Sifat Fisik Air Formasi

Air dikenal sebagai larutan yang universal, karena air mempunyai daya larut yang besar sehingga terdapat begitu banyak zat inorganik dan organik yang terlarut didalamnya12). Zat inorganik yang terkandung dalam air terdiri dari bahan-bahan mineral, misalnya kombinasi metal-metal alkali dan alkali tanah, belerang, oksida besi, dan aluminium. Sedangkan contoh dari bahan-bahan organik adalah asam nafta dan asam gemuk.
Komponen utama yang harus diketahui adalah ion-ion yang terkandung dalam air, serta sifat fisik air yang berhubungan dengan proses pembentukan scale. Tabel IV-7 berikut ini menunjukkan komponen utama serta sifat fisik dari air formasi, sedangkan Tabel IV-8 menunjukkan sifat fisik air dalam keadaan murni.



Kation-kation yang terkandung dalam air antara lain adalah sebagai berikut :

a. Kalsium (Ca)
Kalsium merupakan komponen terbesar dalam air formasi, dengan konsentrasi mencapai 30.000 mg Ca / lt air. Kalsium juga merupakan komponen pembentuk scale yang paling dominan, karena dapat bereaksi baik dengan ion karbonat maupun sulfat dan mengendap untuk membentuk scale maupun padatan tersuspensi.

b. Magnesium (Mg)
Konsentrasi magnesium dalam air biasanya lebih rendah jika dibandingkan dengan kalsium, meskipun demikian seperti halnya kalsium, keberadaan magnesium juga akan menimbulkan permasalahan. Reaksi antara magnesium dengan ion karbonat dan sulfat akan akan menyebabkan pengendapan scale ataupun penyumbatan matriks batuan. Padatan yang terbentuk dari reaksi dengan ion karbonat antara magnesium dan kalsium mempunyai perbedaan, dimana MgSO4 bersifat dapat larut (soluble) sementara CaSO4 tidak. Demikian juga jika bereaksi dengan ion sulfat.

c. Sodium (Na)
Sodium juga merupakan komponen yang dominan dalam air, tetapi keberadaannya tidak menimbulkan masalah yang berhubungan dengan pengendapan scale yang tidak dapat larut, kecuali pengendapan sodium khlorida (NaCl) yang bersifat mudah larut, yang biasanya terjadi pada air formasi dengan pH yang tinggi.

d. Besi (Fe)
Besi biasanya terkandung dalam air dengan konsentrasi yang relatif rendah (kurang dari 1000 mg/lt), yang berupa ferric (Fe3+) dan ferro (Fe2+) ataupun dalam suatu suspensi yang berupa senyawa besi yang terendapkan. Ion besi dengan konsentrasi yang tinggi biasanya menunjukkan adanya problem korosi. Selain itu adanya pengendapan senyawa besi juga dapat mengakibatkan penyumbatan.

e. Barium (Ba)
Konsentrasi barium dalam air cenderung rendah, meskipun demikian reaksi barium dengan ion sulfat akan menimbulkan permasalahan besar, karena padatan bentukan yang terendapkan berupa barium sulfat (BaSO4) bersifat tidak larut.

f. Stronsium (Sr)
Seperti halnya kalsium dan barium, reaksi stronsium dengan ion sulfat akan membentuk scale stronsium sulfat yang juga bersifat tidak larut. Meskipun stronsium sulfat memiliki kadar kelarutan yang lebih besar dari barium sulfat, seringkali kedua jenis scale ini terendapkan secara bersama dan membentuk endapan scale campuran.

Anion-anion yang terkandung dalam air antara lain adalah sebagai berikut :

a. Khlorida (Cl)
Khlorida merupakan jenis anion yang paling dominan dalam air formasi maupun dalam air tawar. Ion khlorida pada umumnya membentuk senyawa dengan sodium sehingga dijadikan sebagai indikator harga salinitas dari air. Kandungan ion khlorida pada air tawar mencapai 3000 mg/lt, sedangkan pada air formasi dapat mencapai 20.000 sampai 30.000 mg/lt. Meskipun kandungan khlorida yang besar dapat menyebabkan terjadinya endapan sodium khlorida, hal ini tidak akan menimbulkan masalah karena bersifat mudah larut. Akan tetapi besarnya kandungan khlorida menunjukkan tingginya salinitas air, dan air dengan harga salinitas yang tinggi cenderung menimbulkan korosi.

b. Karbonat (CO3) dan Bikarbonat (H CO3)
Ion-ion ini dapat membentuk endapan scale yang tidak larut jika bereaksi dengan kalsium, dan membentuk scale yang larut dengan magnesium. Kandungan ion bikarbonat juga berpengaruh terhadap derajat keasaman (pH) larutan. Konsentrasi ion karbonat sering disebut sebagai phenophthalein alkalinity, sedangkan konsentrai ion bikarbonat disebut methyl orange alkalinity.

c. Sulfat (SO4)
Kandungan ion sulfat dapat menjadi masalah jika bereaksi dengan kalsium, barium ataupun stronsium. Reaksi dari ion-ion tersebut akan membentuk endapan scale yang bersifat tidak larut. Selain itu ion sulfat juga merupakan sumber makanan untuk jenis bakteri tertentu.

Sifat-sifat air formasi yang lain adalah sebagai berikut :


a. Derajat Keasaman (pH)
Derajat keasaman merupakan salah satu sifat air yang penting jika dikaitkan dengan terbentuknya scale. Besarnya pH air berpengaruh terhadap kadar kelarutan beberapa jenis scale. Semakin tinggi pH air, semakin besar pula kecenderungan terbentuknya scale. Jika harga pH semakin kecil (lebih asam) kecenderungan terbentuknya scale akan menurun, sebaliknya kecenderungan terjadinya korosi (corrosivity) akan meningkat. Air formasi biasanya mempunyai pH pada kisaran 4 sampai 8. Selain itu pH larutan jug adipengruhi oleh gas terlarut, dimana kandungan H2S dan CO2 yang terlarut dalam larutan akan menurunkan pH larutan.

b. Kandungan Padatan Tersuspensi
Kandungan padatan merupakan jumlah padatan yang tersaring dari sejumlah sampel air formasi dengan menggunakan saringan membran, yang menunjukkan perkiraan kecenderungan penyumbatan. Besar pori saringan yang biasanya digunakan berukuran 0,45 m. Padatan tersuspensi dapat berupa padatan organik maupun inorganik. Padatan organik antara lain adalah titik-titik minyak dalam air, asphalt, titik-titik emulsi serta parafin, sedangkan padatan inorganik dapat berupa pasir, lempung, silt, serta endapan scale. Selain jumlah, hal lain yang perlu diketahui dari padatan tersuspensi adalah distribusi ukuran partikel, bentuk sertakomposisi kimianya.

c. Turbiditas
Turbiditas air formasi dapat disebut sebagai ‘derajat kekotoran’ air formasi, yang merupakan ukuran dari kandungan padatan tersuspensi dan hidrokarbon dalam air formasi. Turbiditas dapat digunakan sebagai indikator kecenderungan terjadinya penyumbatan, terutama pada air injeksi.

d. Temperatur
Besarnya temperatur air formasi berpengaruh terhadap pH dan specific gravity air formasi, kecenderungan pembentukan scale, serta kadar kelarutan padatan dan gas dalam air formasi tersebut.

e. Specific Gravity
Specific gravity didefinisikan sebagai perbandingan antara densitas sampel air dengan densitas air murni, dengan satuan berat per unit volume (gr/ml). Air murni mempunyai harga berat sebesar 1,0 gr/lt, sehingga air formasi dengan specific gravity lebih besar dari 1,0 menunjukkan bahwa air formasi mengandung zat-zat terlarut (anion, kation, gas dan sebagainya). Semakin besar harga specific gravity air formasi, maka semakin besar juga zat-zat yang terlarut didalamnya. Sebagai perbandingan, specific gravity dari air formasi dengan kandungan 2% KCl adalah sebesar 1,010 dengan densitas 8,42 lbs/gal, sedangkan untuk air formasi yang terjenuhi kalsium khlorida mempunyai specific gravity 1,410 dengan densitas 11,76 lbs/gas 9).

f. Kandungan Gas Terlarut (Oksigen dan Karbon Dioksida)
Kandungan oksigen terlarut akan meningkatkan kecenderungan terjadinya korosi, dan adanya kandungan ion besi akan menyebabkan terbentuknya endapan senyawa besi yang bersifat tidak larut. sedangkan kandungan karbon dioksida akan berpengaruh terhadap pH air, kecenderungan terbentuknya scale dan korosi. Apabila air yang mengendung karbon dioksida mengalami penurunan tekanan, maka karbon dioksida akan cenderung terlepas dari larutan dan membentuk endapan berupa scale karbonat.

g. Kandungan Hidrogen Sulfida (H2¬S)
Kandungan H2S akan berpengaruh secara langsung terhadap kecenderungan terjadinya korosi. Hidrogen sulfida dapat terbentuk secara alami ataupun secara biologis dihasilkan dari kegiatan bakteri penghasil sulfat.

h. Populasi Bakteri
Keberadaan bakteri dalam air formasi kemungkinan besar menyebabkan terjadinya penyumbatan akibat pengendapan zat-zat yang dihasilkannya.

Definisi Sembur Alam (Natural Flow) di Dunia Perminyakan

Sembur alam (Natural Flow) adalah salah satu metode pengangkatan minyak ke permukaan dengan menggunakan tenaga atau tekanan yang berasal dari reservoir/formasi dimana sumur berada.


Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perencanaan Peralatan Sumur

Dalam merencanakan produksi, produksi optimum sumur selalu merupakan sasaran, sehingga berdasarkan kondisi optimum inilah peralatan produksi dapat direncanakan dengan baik dalam hal dimensi, kekuatan (grade), jumlah/panjang, macam alat maupun spesifikasi lainnya. Faktor yang mendasari tercapainya kondisi optimum adalah cadangan, ulah aliran fluida untuk dapat diproduksi, interaksi atau hubungan antara kelakuan formasi berproduksi dengan kondisi atau parameter produksi di permukaan (Psp, Pwh).

Disamping faktor di atas, faktor berikut ini dapat juga merupakan faktor yang mempengaruhi perencanaan peralatan produksi seperti :

1. Fleksibilitas untuk sistem produksi di masa yang akan datang (artificial lift).
2. Jenis material untuk kondisi-kondisi khusus (korosi, dsb).
3. Faktor kemudahan pemasangan dan penanganan serta keamanan kerja.

Jenis-Jenis Peralatan dan Kegunaannya.

Peralatan produksi sumur sembur alam terdiri dari :
1. Peralatan di atas permukaan.
  • a. Kepala sumur (well-head).
  • b. Silang sembur (X-mastree).

2. Peralatan di bawah permukaan.
  • a. Tubing (pipa alir vertikal) dan coupling.
  • b. Packer (penyekat annulus).
  • c. Anchor.
  • d. Peralatan pelengkap bawah permukaan/accesories.

Peralatan di Atas Permukaan

A. Kepala Sumur (well-head)

Well head merupakan peralatan kontrol sumur di permukaan yang terbuat dari besi baja membentuk suatu sistem seal/penyekat untuk menahan semburan atau kebocoran cairan sumur ke permukaan yang tersusun atas casing head (casing hanger) dan tubing head (tubing hanger).

Casing hanger
Merupakan fitting (sambungan tempat menggantungkan casing). Di antara casing string pada casing head terdapat seal untuk menahan aliran fluida keluar. Pada casing terdapat pula gas-outlet yang berfungsi untuk :
  • Meredusir tekanan gas yang mungkin timbul di antara casing string.
  • Mengalirkan fluida di annulus (produksi).

Tubing head
Alat ini terletak di bawah X-mastree untuk menggantungkan tubing dan menghubungkan tubing dengan sistem kerangan (X-mastree).
Fungsi utama dari tubing head, adalah :
  • Sebagai penyokong rangkaian tubing.
  • Menutup ruang antara casing-tubing pada waktu pemasangan X-mastree atau perbaikan kerangan/valve.
  • Fluida yang mengalir dapat dikontrol dengan adanya connection di atasnya.

B. X-mastree

Alat ini merupakan susunan kerangan (valve) yang berfungsi sebagai pengaman dan pengatur aliran produksi di permukaan yang dicirikan oleh jumlah sayap/lengan (wing) dimana choke atau bean atau jepitan berada.

Peralatan pada X-mastree terdiri dari :

  • Manometer tekanan dan temperatur, ditempatkan pada tubing line dan casing line.
  • Master valve/gate, berfungsi untuk membuka atau menutup sumur, jumlahnya satu atau tergantung pada kapasitas dan tekanan kerja sumur.
  • Wing valve/gate, terletak di wing/lengan dan jumlahnya tergantung kapasitas dan tekanan kerja sumur yang berfungsi untuk mengarahkan aliran produksi sumur.
  • Choke/bean/jepitan, merupakan valve yang berfungsi sebagai penahan dan pengatur aliran produksi sumur, melalui lubang (orifice) yang ada. Akibat adanya orifice ini, tekanan sebelum dan sesudah orifice menjadi berbeda yang besarnya tergantung dari diameter orificenya. Prinsip inilah yang digunakan untuk menahan dan mengatur aliran.
Ada dua macam choke/bean/jepitan, yaitu :
Positive choke : merupakan valve dimana lubang (orifice) yang ada sudah mempunyai diamater tertentu, sehingga pengaturan aliran tergantung pada diameter orificenya.
Adjustable choke : choke ini lebih fleksibel karena diameter orifice dapat diatur sesuai posisi needle terhadap seat sehingga pengaturan alirannya pun fleksibel sesuai keperluan (tekanan dan laju aliran)
.

Prinsip kerja :
Dengan memutar handweel (1) yang berhubungan langsung dengan stem (4) dan needle valve (8) maka dapat diatur lubang antara needle dengan seat yang juga merupakan diameter choke, yang besarnya akan ditunjukkan pada skala (2) melalui indikator (3) yang ikut bergerak sesuai pergerakan stem.

  • Check valve, merupakan valve yang hanya dapat mengalirkan fluida pada satu arah tertentu yang berfungsi untuk menahan aliran dan tekanan balik dari separator. Pada X-mastree, check valve ini ditempatkan setelah choke sebelum masuk ke flow-line.

Peralatan di Bawah Permukaan

A. Tubing dan Coupling

Merupakan pipa alir vertikal yang ditempatkan di dalam casing produksi yang berfungsi untuk mengalirkan fluida produksi sumur ke permukaan atau mengalirkan fluida injeksi ke dalam sumur. Disamping itu, tubing dapat pula digunakan dalam pekerjaan swabb, squeeze cementing, sirkulasi pembersihan sumur dan mengalirkan fluida serta material peretak hidraulis dan pengasaman.

Di dalam sumur, tubing digantungkan pada tubing hanger dan biasanya ditempatkan beberapa feet di atas zona perforasi. Diameter tubing berkisar antara 2 inci sampai 4,50 inci dengan panjang setiap single berkisar antara 6 – 9,50 meter.

Baik tubing maupun coupling dispesifikasikan oleh API (American Petroleum Institute) atas grade, jenis sambungannya, bentuk ulir dan dimensinya. Terdapat sembilan grade tubing yaitu : H-40, J-55, K-55, C-75, L-80, N-80, C-95, P-105, dan P-110 dimana angka minimum yield strength dan abjad H, J, dan N hanyalah kependekan verbal, sedangkan untuk : K berarti mempunyai ultimate strength yang lebih besar dibandingkan grade J. C, L berarti restricted yield strength, P berarti high strength.

Untuk jenis sambungan, baik tubing maupun coupling dibagi atas :
  • a. External Upset End (EUE).
  • b. Non External Upset End (NUE).
  • c. Integral Joint.

Sedangkan bentuk ulir dikenal dengan API round threads dan butterss threads.

B. Peralatan Perlengkapan Bawah Permukaan

1. Packer

Fungsi pokok dari packer adalah memisahkan atau mengisolasi annulus tubing-casing dan membantu efisiensi produksi.

2. Landing nipple

Adalah bagian dari sistem tubing, dimana bagian dalamnya mempunyai profil untuk memasang alat kontrol aliran. Ada dua macam jenis nipple, yaitu jenis selective nipple dan jenis non selective nipple (no go nipple), yang mempunyai diameter dalam sedikit lebih kecil dari jenis yang selective. Jenis selective bisa dipasang lebih dari satu pada suatu rangkaian tubing, sedangkan jenis non selective hanya dipasang satu untuk setiap sumur dan ditempatkan bagian paling bawah dari susunan tubing.

3. Flow Coupling dan Blast Joint

Keduanya mempunyai dinding yang relatif tebal dan biasanya dipasang pada bagian bawah atau atas nipple, untuk mengatasi turbulensi aliran, blast joint dipasang berhadapan dengan lubang perforasi untuk mencegah pengaruh benturan kecepatan aliran (jet action) dari formasi.

4. Circulation Device

Alat ini mirip pintu yang bisa digeser yang biasa disebut dengan sliding sleeve door (SSD). Alat ini dapat dibuka dan ditutup dengan menggunakan wire line unit. Bagian luar dari alat ini mempunyai lubang yang berguna untuk keperluan sirkulasi dan apabila diperlukan alat pengatur aliran dapat dipasang di bagian dalamnya yang berbentuk suatu profil.

5. Safety Joint

Alat ini dipasang apabila di dalam sumur dipasang beberapa packer (lebih dari satu) yang berguna untuk membantu melepas rangkaian tubing pada waktu mencabut rangkaian tubing tersebut untuk kerja ulang (work over).

6. Gas Lift Mandrel

Merupakan sambungan tempat duduk valve gas lift yang dipasang apabila sumur direncanakan akan diproduksikan dengan cara sembur buatan (gas lift) di masa yang akan datang.

7. Sub Surface Safety Valve

Merupakan valve yang dipasang pada rangkaian tubing yang berfungsi untuk pengamanan aliran yang bekerja secara otomatis dengan menggunakan tenaga hidrolis melalui pipa ¼ inchi dari permukaan, yang umumnya dipasang kira-kira 100 meter di bawah permukaan tanah atau dasar laut. Untuk sumur-sumur di lepas pantai alat ini mutlak harus digunakan.

8. Flow Control dan Down Hole Choke